Skip to main content

[47 prefektur] (5) Tokyo-to (part 1)

Tokyo! Akhirnya sampai pula ke Tokyo, si ibukota di Timur. Yang sebelum-sebelumnya hanya dilihat di anime, di dorama, di berita, di cerita orang.

Here I am, at last!
..
ngga juga sih... kan aku tinggal di kampung di Saitama. Tapi karena pas pertama datang ke Kanto itu dari bandara Narita ke Saitama itu harus lewat Tokyo (yang paling praktis lho ya, mau muter juga bisa sih... heuheu), jadinya Tokyo-to ada di urutan ke-5 prefektur yang dikunjungi.

Tapi ya, waktu pertama kali itu, mungkin karena sudah malam hari dan sudah biasa dengan semaraknya Seoul (meski tinggal di kampung Daejeon), pas transit di Nishi-nippori dari bandara Narita mau ke Ikebukuro buat lanjut ke Tsuruse di Saitama, belum kerasa luar biasa sibuknya Tokyo. Jadi, ceritanya waktu itu, tentu saja setelah sebelumnya meng-Google bagaimana cara paling gampang dan praktis dari Narita ke Saitama, dari bandara Narita naik kereta Skyliner (iya yang mahal itu...) ke Nishi-nippori. Koper, tentu saja sudah dititip via perusahaan ekspedisi di bandara agar supaya dikirimkan ke guesthouse keesokan harinya, karena baca-baca dan dengar-dengar bakal repot naik turun transit dan berdesakan di kereta dengan koper yang lumayan besar. Ya gitu deh.

Keputusan yang tepat, kakak....

Sehabis turun dari Skyliner, trus celingak-celinguk cari gate keluar, mencari tulisan 'Yamanote' atau semacamnya buat pindah jalur ke Ikebukuro. Udah agak lupa sih detilnya gimana, yang pasti malam itu sukses nuker tiket Keisei ke JR, biar bisa masuk gate Yamanote line. Langsung cari papan petunjuk yang tujuan ke Ikebukuro. Alhamdulillah lancar. Sampai Ikebukuro langsung cari papan petunjuk Tobu line, semi-express train. Alhamdulillah lancar juga. Ternyata petunjuk dalam bahasa Inggris cukup memadai, terutama bagi first-timer (kala itu). Peron semi-express Tobu mudah ditemui dan langsung menclok duduk manis di kursi kereta yang udah lumayan penuh. Syukurlah koper besar itu gak dibawa-bawa, klo nggak bakal ribet pertama kali berdesakan di Tobu line.

And there went moi first story in Tokyo (apparently, it was not Tokyo love story... hahah.. apasih...).

Singkat cerita, karena kejadiannya setelah naik Tobu itu berlangsung di prefektur Saitama, jadi mari kita fast forward ke hari Sabtu. Weekend pertama di Kanto. Setelah ngurusin fudousan alias apato alias tempat tinggal, kemudian liat2 sekeliling stasiun Omiya, tempat si kantor fudousan berada trus balik ke tempat tinggal sementara (nanti aja ceritanya di entry Saitama-ken). Malamnya, karena gak tau mau ngapain, nyobain jalan ke Tokyo, dengan satu tekad mau menyambangi Tokyo Tower, tempat yang diidam-idamkan ingin dikunjungi sejak nonton Magic Knight Rayearth! ^_^

Setelah lihat-lihat peta, dan jalur kereta... akhirnya, sampai juga di bawah Tokyo Tower! Langsung foto-foto dan mengagumi tempat yang diidam-idamkan itu tadi (lebay sih... tapi ya namanya juga wibu...). Tapi malam itu belum naik ke dalamnya, sekitar setahunan baru ke sana lagi, naik ke atas melihat orang-orang bergerombol di jendela yang menghadap ke gunung Fuji buat memotret senja hari. Jadi, malam pertama itu cuma jalan-jalan di sekitaran Tokyo Tower, sekalian ingat2 suasana sekitar biar balik ke sana gak usah cari2 jalan lagi.

Sehabis dari sana balik lagi naik Yamanote trus mampir sebentar di Akihabara. Pengen tau kayak apa sih tempat keramat itu. Jadi sampai sana kira-kira jam 8 malam, ternyata udah pada tutup sebagian besar toko-tokonya. Cuma ngecek beberapa tempat yang ada di dorama Densha Otoko seperti stasiun JR, Laox, gedung yang ada sapi di atasnya, jembatan Kandagawa, trus apa lagi yaa.. Terus ngecek2 tempat lain juga macam AKB48 Cafe dan Gundam cafe di sebelahnya, UDX, AKB48 theater (maklum masih ada rasa sama AKB... --- apasih --- ). Tentu saja di kemudian hari, ke Akihabara jadi tujuan lumayan rutin. Setelah lima tahun, somehow, ditakdirkan kerja di kantor yang ke Akihabara cuma 15 menit jalan kaki. Makin sering deh! Apalagi alhamdulillah ada mesjid yang dikelola sama orang Indonesia di Akihabara. Makin rajin deh! Makin rajin khilaf.... ahahaha... Terutama malam selasa, ketika rilis2 baru biasanya terbit. Dan lama-lama lumayan hafal seluk-beluk Akihabara. Toko ini di mana, toko itu di situ, beli ini di sana, cari itu di sini... termasuk melipir ke Kanda-myojin, temple yang katanya didedikasikan bagi dewa bisnis agar perbisnisan Akihabara selalu moncer (tapi sejak anime Love Live membahana, Kanda-myojin malah jadi juga tujuan wisata Love Live -dan Gochiusa-).

Jadi itu deh, malam pertama di Tokyo.

Hari-hari berikutnya, rajin ke Tokyo tiap minggu.  Hari Jumat. Jumatan di mesjid Otsuka dekat Ikebukuro. Jadi ini ceritanya emang ngenes bingits. Pertama kali Jumat di Jepang, mau jumatan, kata google ada mesjid di Kawagoe, deket lah dari kantor. Eh, pas harinya, nggak ketemu! Somehow, nggak ketemu. Waktu itu belum punya sumaho juga jadi agak susah ngegoogle. (Bodohnya, 4 tahun kemudian, tiba2 mesjid Kawagoe ditemukan... begitu saja... di lokasi yang memang sudah seharusnya dicari!). Jadi deh, akhirnya jumatan ke Otsuka, Tokyo. Dari kantor pun gak begitu sulit (meski jauh). Tinggal naik kereta express dari kantor lalu ganti Yamanote sekali. Jadinya tiap Jumat begitu. Ya capek juga, tapi gak ada pilihan yang lebih manis. Sebelumnya pernah sih, jumatan di Tokorozawa, kota sebelah kantor, tapi ke sana nya itu muter2, jatuhnya lebih lama jaraknya plus pakai jalan 10 menit sekali dari stasiun ke mesjid. Akhirnya selama 4 tahunan ya jumatan di Otsuka, bolak balik. Sholat ied juga di sana karena express dan bisa langsung balik kantor ahaha...

Eh tapi belakangan, setelah dapat kontak sesama muslim Indonesia di Tokyo, jadi lumayan juga ikut pangaosan di Okachimachi. Belakangan, pindah ke mesjid Indonesia Tokyo di sebelah Sekolah Rakyat Indonesia Tokyo alias SRIT, di Meguro. Jadi deh, makin sering berpetualang di Tokyo. Termasuk jalan kaki berkilo-kilometer menyambangi stasiun-stasiun JR buat ngecap stempel. Jadi waktu itu, waktu tau di stasiun JR bisa ngecap stempel dengan pola berbeda di setiap stasiun, jadi pengen ngoleksi semuanya. Beli buku khusus buat ngecap. Lalu pergi ke setiap stasiun. Karena meja stempelnya umumnya ada di luar stasiun dan keluar masuk stasiun kan harus bayar tuh, jadi aja jalan kaki. Sampai gempor, tapi senang! Cuaca enak (pas akhir2 musim dingin), suasana nikmat, sekalian liat-liat sana sini. (Bodohnya -part 2- belakangan tau bisa beli tiket terusan JR Tokunai Pass, jadi bisa beli tiket satu kali 750 yen buat dipakai sepuasnya keluar masuk stasiun JR di Tokyo, atau tiket terusan Kyujitsu yang bisa dipakai di daerah lebih luas lagi.... Tiket terusan kyujitsu ini akhirnya suatu masa pernah dipakai total buat ngumpulin stempel JR bertema Gundam. Setelah komplit, bisa ditukar dengan sebuah pramodel Gundam bertema JR!).

Kemudian... kemudian...

Sempat pula mengunjungi satupersatu balaikota wards-nya Tokyo yang 23 itu, lalu berselfie sama masing2 mereka, total 23 selfies... lengkap, sudah menjelajah seluruh Tokyo kota XD. Jadi, si prefektur Tokyo ini semacam daerah khusus ibukota, terbagi jadi dua daerah besar: Tokyo 23-ku dan Tokyo barat. Yang 23-ku itu bisa dibilang daerah utama Tokyo, tempat kegiatan ibukota; sementara Tokyo barat itu bisa dibilang Tokyo pinggiran, terdiri dari kota-kota kecil sampai ke gunung Takao. Oh iya, prefektur Tokyo juga termasuk pulau-pulau di Samudra Pasifik macam Ogasawara. Jadi kalau mau lihat kota metropolis, kampung, gunung bersalju, pulau-pulau pasifik, cukup satu prefektur Tokyo dikunjungi semua sudah komplit ... ahaha...

Yang ke pulau-pulau Pasifik belum pernah sih. Tapi gunung dan kampung Tokyo sudah disambangi: mendaki gunung Takao pas tahun baru pertama di sini, lalu menikmati indahnya warna warni musim gugur di pelosok Okutama. Gak terasa kalau itu tuh masih Tokyo. Yah kayak merasa Puncak itu kota Bandung kali yah... (Jakarta aja kenapa?).

Dan tentu saja, kota-kota di Tokyo barat sebagian besar sudah dikunjungi karena banyak acara (cieh...). Ke Mitaka buat mengunjungi museum Ghibli yang lucu dan menggemaskan, apalagi kalo hobi banget sama film-filmnya Ghibli (akumah biasa aja tapi asyik juga), ke Chofu pas acara study tour dari kantor ke University of Electro-Communications (UEC) (ada cerita juga sih ini UEC... jadi pas waktu masih kuliah di Bandung sempat ngajuin beasiswa intern di UEC -maklum, masih menggebu-gebu ingin kuliah ke Jepun-, sudah ngontak panitianya, sama mereka suruh ngontak profesor yang ada di UEC cari bidang yang sesuai. Browsing-browsing web UEC gak ada bidang yg pas banget sama kuliah yg dijalanin, akhirnya batal deh... dan demikian -waktu itu- agak mulai menurun ingin kuliah di Jepang), lalu ke Kokubuji waktu ada panggilan interview kerja ke H*tach* (tapi gak diterima... wkekekek...), lalu ke Fuchu buat belanja makanan halal karena di sana ada kueh sus halal dan ramen instan halal.

Kemudian... kemudian...

Cerita berikutnya tentang Tokyo masih banyak sih. Apalagi mulai awal 2019 pindah kantor ke Tokyo, dekat stasiun Kanda (dimanakah kau berada... rindu aku ingin jumpaaaaa... ).

Nanti dilanjutkan di postingan ke-2!

Stane tuy,

eh

Stay tune!

Comments

Popular posts from this blog

Palbong Bakery House, Cheongju

Karena nonton drama Kim Tak Gu, kisah si anak (haram) boss tukang roti, yang berjumlah 30 episode, dan setiap episode berdurasi 1 jam-an, jadinya terkena cuci otak berupa mengunjungi Palbong Bakery House tempat si Tak Gu belajar menjadi ahli roti. Lokasi shooting-nya ada di Soam-gol, Cheongju. Di kaki sebuah bukit di Sangdang-dong. Seperti lazimnya lokasi shooting, hanya tampak luar sahaja yang sesuai dengan apa yang ditampilkan di drama. Bagian dalam dari Palbong Bakery mungkin di-shoot di lokasi lain. Di Palbong Bakery yang di Cheongju ini isinya sekarang cafe kecil yang juga menjual roti (roti kampung, katanya...) bukannya rotinya si Tak Gu. Di lantai dua, kalau di drama-nya ceritanya adalah dapur roti, aslinya adalah sofa-sofa tempat pengunjung bisa santai-santai menikmati pemandangan kota Cheongju. Di Soam-gol nya sendiri, sebuah kampung dengan gang-gang di kaki gunung, sepertinya juga tempat shooting drama yang lain, soalnya ada foto-foto scene drama dan artis2nya. Se

Walküre 3rd Live - Walküre wa Uragiranai at Yokohama Arena

Jadi tahun ini akhirnya ada kesempatan ikut bermoyasu bersama dengan Walküre di 3rd live event di Yokohama Arena. Itu juga cuma dapat tiket berdiri di belakang baris terakhir di lantai 2, dan dengan sukses nonton setengah panggung dan setengah punggung orang di depan 😆. Sedangkan hari kedua gak dapat tiket dan mau nonton live viewingnya di Toho juga asa kumaha gitu... kalau kata kang Yayan mah kurang greget (tidak sambil menggerek leher pakai lampu TL). Anyway, jadi berikut ini sekilas highlight konsernya. Pagi-pagi habis subuh jadinya langsung melesat ke stasiun ke Shin-Yokohama, berkaca dari pengalaman di masa lalu dalam perihal mengantre buat concert goods. Jadi jam setengah 8an lebih akhirnya sampai di Yokohama Arena dan langsung kucluk-kucluk nyari tempat orang mengantre. Ekspektasinya sih udah mengular tapi ternyata jam segitu baru sekitar ada 30an orang. Yoy!! Mission accomplished! Cukup lah buat bisa dapet goods yang dikecengin. Kecuai kalau 30 orang itu pada bel