Skip to main content

[47 Prefektur] Pengantar & (1) Chiba-ken

Ini adalah tulisan pertama dari rangkaian (rencananya) tulisan tentang mengunjungi semua (insya Allah bisa...) propinsi atau prefektur di Jepang. Tentu saja akan diupdate kalau tidak maleus heheh... Alhamdulillah sampai tulisan ini dibuat, sudah tinggal 8 prefektur lagi yang ingin disambangi. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat buat yang ingin mendapatkan insight atau sekedar gambaran ringkas tentang hal-hal yang menarik (ceuk urang alias kata saya) di daerah-daerah di Jepang. Tentu saja, kalau ingin tips dan trik serta tempat-tempat yang menarik (kata saya) dan bagaimana cara mencapainya dengan cara yang nyaman (kata saya), silahkan jangan segan-segan memberi komentar :)

Yang hijau yang udah, yang pink yang belum (update terakhir: Januari 2017)

Prefektur Chiba ada di urutan pertama catatan perjalanan ini. Ini sebenarnya kisah memilukan yang sungguh menyayat hati (iya, ini lebay kok...). Cerita tentang para mahasiswa rantau yang ingin sejenak mengunjungi saudara tua ketika mudik.

Januari... eh bukan, mungkin sebelum itu... sekitar bulan Oktober atau September 2005. Saat itu saya masih jadi mahasiswa tahun pertama di Korea yang agak-agak masih lugu dan polos yang kangen masakan kampung (dan kayaknya ingin ngegaya bisa kuliah di luar negri... hauhauhau...). Menjelang satu tahun kuliah, ingin rasanya mudik ke Indonesia di liburan musim dingin Januari 2006. Jadi waktu itu, kami bertiga, saya dan dua orang teman sesama mahasiswa rantau, merencanakan mudik bersama sambil transit di Jepang. Ingin melihat-lihat seperti apa sih negeri yang saat itu rasanya penuh kemilau anime dan game. Karena salah seorang dari kami pernah tinggal 1 tahun di Jepang beberapa tahun sebelumnya, jadi ada sedikit gambaran soal bagaimana perjalanan transit ini akan dilakukan. Jadi, berdasar rencana, dari bandara Incheon sore hari, sampai di Narita, Tokyo (demikian, Narita, Tokyo... walaupun sesungguhnya bisa 2 jam lebih -saat itu- naik kereta), kemudian jalan-jalan di Akihabara dan kembali ke Narita di pagi hari sesaat sebelum kembali berangkat ke Cengkareng. Sungguh rencana yang indah dan nampak terencana dengan baik. Tiketnya pun akhirnya dibeli. JAL jurusan ICN-NRT-CGK dengan masa transit sekitar 12 jam. Menurut tiketnya, hotel transit akan disediakan di Nikko Narita. Tentu saja, dalam rencana, kami nggak akan nginap.. bakal mengeksplorasi Akiba! Anime! Yay! Keren banget! Uhuy! (cukup...)

Tentu saja, manusia cuma bisa berencana, Tuhan yang menentukan.

Singkat cerita, sampai Narita sore hari, langsung antri imigrasi. Sudah terbayang Akiba! Anime! Yay! Keren banget! Uhuy! (cukup...) Sampai di loket imigrasi... ternyata disuruh melipir ke ruang imigrasi, tempat di mana sudah banyak manusia-manusia yang sedang menanti panggilan. Nah disinilah mulai petualangan yang sesungguhnya. Disuruh tunggu beberapa lama... entah, udah nggak ingat (9 tahun yang lalu loh..) tanpa ada kejelasan, mengapa oh mengapa. Sempat juga dipanggil. Akhirnya! Kebebasan! Dibawa ke lokasi klaim bagasi. Akihrnya! Akiba! Anim... ok, cukup... Jadi bagasi-bagasi kami sudah ada di sana. Disuruh buka, dan diperiksa isinya masing-masing bersama petugas. Habis itu... kirain mau dilepas, ternyata disuruh balik ke ruang imigrasi lagi. Suruh tunggu lagi. Sampai akhirnya entah jam berapa malam, dihampiri petugas, dijelaskan mengapa dan kenapa. Jadi, ternyata bandara Narita tutup jam 12 malam, dan oleh karena itu nggak boleh ada penumpang yang ada di dalamnya. Lah, kami kan udah punya tiket transit? Well.. kalian tidak punya visa transit (haaaaaah...). Demikian, nampaknya ada aturan yang gak kebaca waktu beli tiket (maklum masih muda dan lugu....). Tak lupa ada sejumlah denda yang harus dibayar. Gak ingat pasti jumlah tepatnya, yg pasti semua uang yen yang kami bawa dengan sukarela diserahkan kepada petugas (itu juga masih kurang... T_T).

Setelah itu, kami digiring petugas, keluar daerah imigrasi, keluar, ke tempat parkir... dibawa dalam mobil polisi kemudian dibawa ke hotel yang sebenarnya hotel yang seharusnya kami tinggal sewaktu transit! Setelah itu dimasukkan ke kamar, dan ... di depan kamar ada polisi yang setia menunggui... lengkap dengan alarm yang otomatis berbunyi kalau pintu kamar dibuka dari dalam ("ada apa? kenapa dibuka?", "ngga cuma mau bilang, nanti kalau dikasih sarapan, saya ga makan daging, tapi ikan boleh lah..."). Walaupun kuciwa karena nggak jadi ke Akiba, seenggaknya kamarnya lumayan bagus. Kasurnya empuk, dapat yukata, peralatan mandi lengkap, ada bath tub. Cuma di dinding kamarnya itu... banyak sekali tulisan-tulisan keluh kesah dan umpatan-umpatan penghuni sebelumnya (termasuk dari Indonesia). Nampaknya hotel ini spesialis menampung imigran-imigran ilegal...

Pagi hari, kami dijemput dan diantar (atau tepatnya, digiring) sampai ke gerbang keberangkatan, seakan-akan bakal kabur di tengah jalan... uhuhu... Untungnya, kata petugas, paspor kami gak bakal dicekal untuk datang ke Jepang dengan legal kali lain. Sampai akhirnya boarding dan masuk garbarata, petugas imigrasi dengan setia mendampingi kami (mungkin bakal kabur loncat lewat jendela... uhuhuhu...) dengan senyuman dan keramahannya. Begitulah akhirnya, prefektur pertama adalah Chiba-ken, illegally...

Comments

Popular posts from this blog

Palbong Bakery House, Cheongju

Karena nonton drama Kim Tak Gu, kisah si anak (haram) boss tukang roti, yang berjumlah 30 episode, dan setiap episode berdurasi 1 jam-an, jadinya terkena cuci otak berupa mengunjungi Palbong Bakery House tempat si Tak Gu belajar menjadi ahli roti. Lokasi shooting-nya ada di Soam-gol, Cheongju. Di kaki sebuah bukit di Sangdang-dong. Seperti lazimnya lokasi shooting, hanya tampak luar sahaja yang sesuai dengan apa yang ditampilkan di drama. Bagian dalam dari Palbong Bakery mungkin di-shoot di lokasi lain. Di Palbong Bakery yang di Cheongju ini isinya sekarang cafe kecil yang juga menjual roti (roti kampung, katanya...) bukannya rotinya si Tak Gu. Di lantai dua, kalau di drama-nya ceritanya adalah dapur roti, aslinya adalah sofa-sofa tempat pengunjung bisa santai-santai menikmati pemandangan kota Cheongju. Di Soam-gol nya sendiri, sebuah kampung dengan gang-gang di kaki gunung, sepertinya juga tempat shooting drama yang lain, soalnya ada foto-foto scene drama dan artis2nya. Se

Walküre 3rd Live - Walküre wa Uragiranai at Yokohama Arena

Jadi tahun ini akhirnya ada kesempatan ikut bermoyasu bersama dengan Walküre di 3rd live event di Yokohama Arena. Itu juga cuma dapat tiket berdiri di belakang baris terakhir di lantai 2, dan dengan sukses nonton setengah panggung dan setengah punggung orang di depan 😆. Sedangkan hari kedua gak dapat tiket dan mau nonton live viewingnya di Toho juga asa kumaha gitu... kalau kata kang Yayan mah kurang greget (tidak sambil menggerek leher pakai lampu TL). Anyway, jadi berikut ini sekilas highlight konsernya. Pagi-pagi habis subuh jadinya langsung melesat ke stasiun ke Shin-Yokohama, berkaca dari pengalaman di masa lalu dalam perihal mengantre buat concert goods. Jadi jam setengah 8an lebih akhirnya sampai di Yokohama Arena dan langsung kucluk-kucluk nyari tempat orang mengantre. Ekspektasinya sih udah mengular tapi ternyata jam segitu baru sekitar ada 30an orang. Yoy!! Mission accomplished! Cukup lah buat bisa dapet goods yang dikecengin. Kecuai kalau 30 orang itu pada bel