Skip to main content

Taksi Daejeon

Kutukan Daejeon ada 2: Norebang dan Taksi. Pas hari pertama datang ke Daejeon, malamnya langsung diculik ke norebang, dan dalam satu hari itu naik taksi 4 kali: 1) dari halte bis airport ke kampus, 2) dari department store ke kampus, 3) dari tempat norebang ke tempat orang korea melakukan ronde ke-3, dan terakhir, dari sana ke kampus. Makanya, sejak saat itu jadi lengket sama yang namanya norebang (walaupun sekarang sudah jarang... -_- ) dan taksi.
Taksi Daejeon, sebagaimana umumnya taksi, berupa sedan, kebanyakan rada-rada lumayan sedan tipe yang bagus bagus (macam sonata, avante, lotze, etc.), mungkin karena ada kebijakan pemerintah yang mensubsidi peremajaan taksi buat membantu para pengusaha pabrik mobil (mungkin, tidak pernah dikonfirmasi kemana pun, cuma asumsi...). Mungkin karena kondisi jalan yang cantik, gak seperti di kota B di negara I yang hanya baik pada saat ada kunjungan pejabat dan sehabis pemilu dan bukan musim hujan, sopir-sopir di sini cenderung mengemudikan kendaraan kencang-kencang, mirip supir di film Taxi (sayang sekali taksinya tidak bisa mengeluarkan sayap ^_^). Jadi gak heran, kadang-kadang sering terlihat kecelakaan di jalanan di Daejeon. (Sedikit selingan, gak hanya taksi, sopir bus kota Daejeon juga kalau nyetir gak kalah ama sopir angkot: rem mendadak, ngegas mendadak, dan belok ngebut. Kalau kebetulan naik bus dapat berdiri, jadi serasa surfing di Hawaii).
Tapi yang lebih menarik soal sopir2 taksi ini, selain kadang-kadang menemukan sopir ibu-ibu, juga lumayan sering ketemu yang pernah ke Indonesia jadi pekerja konstruksi. Jadi, kan, kalo naik taksi, pas nyebutin tujuannya ke mana, sering dipuja puji "wah, bahasa Koreanya bagus ya..." (inginnya sih jawab, "jangan gitu ah, jadi malu ijke...", tapi ga tau bahasa Koreanya apa) kemudian ditanya asalnya dari mana. Begitu di jawab dari Indonesia, kadang-kadang ada sopir yang langsung bilang, "oh, Jakarta, Bali", malah pernah ada yang mencoba berbahasa Indonesia terbata-bata, "saya.. Jakarta.. pergi, Indonesia.. Soeharto.. presiden" (LOL) jangan-jangan doi dulu yang ikut bikin jalan tol :D. Selain cukup "bersahabat" dengan Indonesia, sopir2 taksi juga cukup SKSD alias sok kenal sok deket, ngajak ngobrol (yang tentu saja dibalas dengan bahasa Korea seadanya): ngapain di sini? kuliah apa kerja? kapan pulang ke Indonesia (ngusir mas?), mau kerja apa di sana? Kadang-kadang juga ngobrolnya cukup panjang sampai dikasih tau tempat takdoritang paling te-o-pe di Daejeon yang katanya di dekat Seodaejeon negori (belum sempat ke sana aja neh).
Walaupun kadang-kadang naik taksi bagaikan naik roller coaster, tapi taksi-taksi di sini nyaman dan bersih. Untuk menjaga kenyamanan (alias gak ditilang polisi), biasanya maksimal cuma 4 penumpang yang bisa naik: 1 di depan, 3 di belakang. Walaupun kadang-kadang dengan sedikit maksa bisa bonus 1 orang lagi ^_^. Tarifnya, walaupun kalau dirupiahkan bisa bikin dompet ikut menangis, masih jauh lebih murah dari tarif taksi di Jepun (hasil nonton dorama, tentunya, mana lagi). Antara jam 4 pagi sampai jam 12 malam, uang duduknya 2160 won, kalau diluar itu 2760 won. Increment-nya 100 won (cuma saya lupa untuk berapa detik atau berapa meter, kalau gak salah per 100 meter atau 30 detik, lupa deh.. gak pernah ngitung pula) dan bayarnya, untuk taksi-taksi tertentu, bisa pakai kartu kredit atau kartu bis. Kadang-kadang kalau tarifnya gak bulet kelipatan 100, sopir taksinya cukup berbaik hati memberi diskon 100 won atau mengembat 50 won ^^;;;
Taksi di kota lain? Umumnya sama, gak ada bedanya, cuma di Seoul ongkosnya lebih murah karena seringkali jarak tempuhnya lebih jauh dari di Daejeon (ini beberapa bulan yang lalu, gak tau sekarang). Pernah juga naik taksi van, karena kemalaman dari Seoul station, akhirnya naik taksi sampai ke Daejeon, berenam sama bapak ibu mabes juga. Ongkosnya per orang 30 ribu setelah perjuangan yang alot (bandingkan kalau naik bis Seoul-Daejeon paling mahal cuma 11,800 won atau naik KTX cuma 25,000 won). Sopirnya pun pernah ke Jakarta dan Bali (halah...).
Diingat-ingat... di Indonesia pun naik taksi hampir gak pernah, kalau pun pernah itu di Jakarta karena kapok diturunin di tengah jalan sama metromini, diturunin di tengah antah berantah ibu kota. Nanya polisi, disuruh naik angkot, eh malah balik ke posisi asal. Nanya kondektur bus, eh katanya baru sehari di Jakarta. Naik busway, belum ada.. Naik subway, apalagi gak ada..

(foto taksi ngambil dari http://www.newsis.com/ , tar klo sempat motret sendiri diganti)

Comments

Baud Prananto said…
Hahaha... nggak kenal Jakarta sih... :p
Kalo saya emang gak pernah naik taksi, kecuali ABIDIN (Atas Biaya Dinas), karena emang jauh jauh jauh lebih murah pake bis. Kalau naik taksi jangan sembarangan, pilih yang reputasinya sudah baik. Selama ini saya gak pernah ada masalah.
Justru taksi di Jakarta itu ubiquitous, bisa ditangkep di mana aja. Di Daejeon pernah pengalaman nunggu taksi satu jam gak dapet-dapet... (>_<)
Tapi di kota manapun di dunia saya justru menghindari taksi. Kalau bisa naik bis atau jalan kaki mending gak naik taksi deh. Alasannya, males melayani ngobrol supir taksi... ^^
Houari Sabirin said…
mestinya saya tambahkan kiat-kiat mencegat taksi di Daejeon ya :D
kasihan sekali satu jam gak dapat taksi
taksi sini juga gila tarifnya huhu.. ngebis aja males. mending nyepeda kmana2 deh! =D
sejak di sini udah males sama yg namanya taksi. di seoul dulu masih doyan hehehe..

Popular posts from this blog

Palbong Bakery House, Cheongju

Karena nonton drama Kim Tak Gu, kisah si anak (haram) boss tukang roti, yang berjumlah 30 episode, dan setiap episode berdurasi 1 jam-an, jadinya terkena cuci otak berupa mengunjungi Palbong Bakery House tempat si Tak Gu belajar menjadi ahli roti. Lokasi shooting-nya ada di Soam-gol, Cheongju. Di kaki sebuah bukit di Sangdang-dong. Seperti lazimnya lokasi shooting, hanya tampak luar sahaja yang sesuai dengan apa yang ditampilkan di drama. Bagian dalam dari Palbong Bakery mungkin di-shoot di lokasi lain. Di Palbong Bakery yang di Cheongju ini isinya sekarang cafe kecil yang juga menjual roti (roti kampung, katanya...) bukannya rotinya si Tak Gu. Di lantai dua, kalau di drama-nya ceritanya adalah dapur roti, aslinya adalah sofa-sofa tempat pengunjung bisa santai-santai menikmati pemandangan kota Cheongju. Di Soam-gol nya sendiri, sebuah kampung dengan gang-gang di kaki gunung, sepertinya juga tempat shooting drama yang lain, soalnya ada foto-foto scene drama dan artis2nya. Se

Walküre 3rd Live - Walküre wa Uragiranai at Yokohama Arena

Jadi tahun ini akhirnya ada kesempatan ikut bermoyasu bersama dengan Walküre di 3rd live event di Yokohama Arena. Itu juga cuma dapat tiket berdiri di belakang baris terakhir di lantai 2, dan dengan sukses nonton setengah panggung dan setengah punggung orang di depan 😆. Sedangkan hari kedua gak dapat tiket dan mau nonton live viewingnya di Toho juga asa kumaha gitu... kalau kata kang Yayan mah kurang greget (tidak sambil menggerek leher pakai lampu TL). Anyway, jadi berikut ini sekilas highlight konsernya. Pagi-pagi habis subuh jadinya langsung melesat ke stasiun ke Shin-Yokohama, berkaca dari pengalaman di masa lalu dalam perihal mengantre buat concert goods. Jadi jam setengah 8an lebih akhirnya sampai di Yokohama Arena dan langsung kucluk-kucluk nyari tempat orang mengantre. Ekspektasinya sih udah mengular tapi ternyata jam segitu baru sekitar ada 30an orang. Yoy!! Mission accomplished! Cukup lah buat bisa dapet goods yang dikecengin. Kecuai kalau 30 orang itu pada bel