Skip to main content

Seoraksan


Katanya, tempat yang danpung (autumn folliage) nya paling bagus se-Korea itu kalo gak Naejangsan, Jirisan, ya Seoraksan. Naejangsan udah, dan keren! Jirisan.. hmm jauh.. Seoraksan.. juga jauh.
Tapi kali ini diniatkan juga pergi (dengan alasan mungkin gak bakalan di Korea lagi autumn tahun depan). Tapi karena jauhnya hampir di ujung utara Korea (selatan), jadinya mesti dipikir-pikir itinerary-nya juga. Inginnya balik hari tapi kok bis dari Daejeon ke Sokcho (kota di kaki Seoraksan) cuma 2 kali sehari, itu juga waktu tempuhnya 5 jam @_@.
Tapi kalau sudah niat, sesulit apapun ternyata terjadi juga.
Hari Sabtu, jam 2 pagi - menculik Odi yang gak mau disuruh nyanyi di acara Hanbit, dan Kasyful yang baru saja meletakkan patpat di Daejeon beberapa jam sebelumnya - naik Saemaul ke Seoul buat ngejar bis paling pagi ke Sokcho. Maksudnya mau sampai di sana jam 9-10 an gitu. Namun ternyata agak meleset. Setelah sampai di Yongsan dan (for the first time ever) beristirahat di jimjilbang, habis subuh langsung ke Dongseoul bus terminal. Ternyata bis jam stengah delapan ini bukan bis gosok, jadinya dia berhenti-berhenti dan baru sampai Sokcho jam 11 -_-.
Tak mengapa. Lanjutkan.
Dari terminal bis Sokcho langsung naik bis kota ke Seoraksan national park, sebuah komplek yang isinya beberapa puncak gunung. Karena ingin pulang malam itu juga, jadi harus memutuskan harus pergi ke puncak yang mana. Akhirnya kami bersepakat dan berkongsi serta berhad untuk pergi ke Ulsanbawi, yang katanya paling terkenal.
2 jam pertama kondisi jalannya lumayan gak sulit. Dari main gate, lewat kuil dengan patung budha gede, lalu menyusuri sisi sungai berbatu, melintasi jembatan dan mulai masuk ke jalan berbatu dan masuk hutan agak menanjak. Sampai ke sebuah kuil di tengah batu. Batu. Ada satu batu gede.

Sehabis itu, mulailah jalan menyusuri bebatuan, kadang-kadang berupa tangga yang sengaja dibuat untuk memudahkan mendaki. Sampaiiii... di kakinya Ulsanbawi. Benar-benar tangga besi yang amat terjal dan sempit! Belum angin yang kadang-kadang bertiup kencang sampe rasanya ingin ikut melayang. Jalan pun harus antri gantian sama yang turun. Sehabis tangga besi, selanjutnya jalan meliak-liuk di antara batu-batu besar yang saling melekat.


Lalu tangga besi lagi.


Lalu bebatuan lagi.




Sekitar jam 4 sore akhirnya sampai juga di puncaknya. Pelataran batu yang sempit yang sisi-sisinya diberi pagar biar gak jatuh (pasti lah...). Di atas sana ternyata ada jasa layanan pemotretan dan cetak foto, serta pembuatan medali yang menyatakan bahwa anda telah berhasil naik ke puncak Ulsanbawi, juga menjual teh dan kopi hangat. Tak lupa jasa penjualan foto kopi dan masakan padang. (yang dua terakhir bohong kok).
Nah berikutnya ini yang first experience juga, sholat di batu di atas bukit. Religiously epic moment. Kadang-kadang pas berdiri sampe susah melawan angin yang kencang.
Kasyful lagi sholat
Setelah puas foto-foto dan istirahat, pulang turun ke bawah lagi udah gelap. Sekitar 1 kilometer terakhir malah mesti hati-hati jalan soalnya gak ada lampu sama sekali -_-. Tapi alhamdulillah selamat juga sampai main gate. Lalu makan malam pajon (makanan khas kalau turun gunung). Lalu segera kembali ke Sokcho untuk naik bis ke Seoul supaya bisa segera pulang ke Daejeon.
Tapi gagal.
Karena baru sampai Seoul jam 12 kurang dikit, akhirnya gak dapat bis ke Daejeon, jadi kembali lagi ke Yongsan untuk makan malam dan menginap di jimjilbang yang sama (melihat anaconda). Baru besok paginya balik ke Daejeon, dan tepar -3-

Ulsanbawi, dari sebelah Utara

Comments

Popular posts from this blog

Nonton konser Momusu...

... di Olympic Hall, Olympic Park, Seoul hari minggu kemarin... Karena tak boleh motret dalam ruangan konser, taspun harus dititipin, jadi cuma bisa motret di luaran, di dalam.. ya pake kamera ponsel seadanya. Konsernya sendiri... hmm... not bad. Walaupun sudah tidak mengikuti perkembangan Momusu, tapi karena mereka menyanyikan seluruh single mereka dari Morning Coffee sampai yg terakhir (entah apa), jadi menyenangkan juga (sempat ikut teriak 'oi! oi! oi!' di single2 lama, dan tau2 sudah mengacung2kan tangan di lagu Happy Summer Wedding... hahaha...). Yang cukup mengejutkan, di sini ternyata lebih banyak cewek yg nonton dan histeris, dibandingkan yg biasa di lihat di dvd konser kan biasanya mas mas otaku... Toyyib... toyyib.... hihi...

What is wrong with those Gals?

Di cerita2 Indonesia jaman dulu: Sangkuriang, Roro Mendut, Putri Jambe, semuanya bercerita tentang cewek yang menerima lamaran cowok, tapi dengan syarat mesti membuat sesuatu yang luar biasa. Setelah itu, melihat sang cowok mampu melakukan syarat-syarat yg dia tentukan, dengan segala upaya akhirnya menggagalkan upaya sang cowok dengan berbagai macam tipu daya. Jadi inikah stereotip wanita Indonesia? Daripada menolak, lebih baik membuat sang cowok bahagia terlebih dahulu, setelah itu ditipu? Cuma mendeduksi fakta... tiada maksud menyinggung... ^_^v *kabur...* oh iya, saya belum nerusin Reason #2 ya... ^^;;;

Kunjungan ke Kareem

... bahkan bumbu nasi kebabnya pun dibungkus sampai ke Daejeon.. ntar masak deh di mabes.. Teringat request Umar ttg foto2 di Kareem, saya jadi ngubek2 isi hdd nyari2 itu foto2 jaman berkunjung ke warung kebabnya Anna Maria bukan Roy Marten berjudul Kareem bukan Abdul Jabbar pula... Setelah siang resah, malam gelisah, makan tak enak, tidur tak nyenyak memikirkan raibnya foto2 itu di hdd, akhirnya tadi malam saya temukan teronggok begitu saja di folder dengan judul "New Folder" di notebook (astaga... di sana ternyata...). Jadilah saya upload..